Daftar Definisi Istilah
Daftar
Definisi Istilah ini mendefinisikan secara singkat istilah-istilah teknis
terpenting yang digunakan di Filsafat Mawas. Istilah-istilah yang
berlawanan diberikan dalam tanda kurung di akhir definisi yang relevan.
Kata-kata yang didefinisikan di sini (termasuk variasi kecilnya) tampak
dimiringkan huruf-hurufnya pada saat pertama kali digunakan di
definisi suatu kata lain di seksi yang sama dalam Daftar ini. Tanda “*”
dibubuhkan pada kata berhuruf miring yang didefinisikan di seksi lain.
Seksi Pertama mendefinisikan istilah-istilah yang terutama dipakai oleh Kant.
Seksi Kedua mendefinisikan istilah-istilah teknis lain yang digunakan di
buku-ajar ini, yang biasanya dengan menyebut nama filsuf yang memakai
istilah-istilah dengan cara(-cara) khusus. [Bila istilah Indonesianya diawali
dengan imbuhan, maka kata dasarnya disebutkan lebih dahulu.]
I. Istilah Teknis Kant
agama/religius (religion/religious): cara bertindak, atau perspektif, yang
dengannya kita menafsirkan semua kewajiban kita sebagai perintah
ilahi.
akal (reason): dalam Kritik pertama, fakultas tertinggi subyek insani, sehingga semua fakultas lainnya
sub-ordinat. Akal mengabstrakkan sepenuhnya kondisi sensibilitas dan mempunyai forma
arsitektonik yang siap-pakai. Kritik kedua (yang mengambil sudut
pandang praktis) memeriksa
forma hasrat kita dalam rangka menyusun suatu sistem yang didasarkan pada fakultas akal. Fungsi
utama akal adalah praktis; walau penafsir-penafsir sering memandang bahwa yang
primer adalah fungsi teoretis, Kant memandang yang terakhir ini sub-ordinat.
alam => pengalaman
(experience): kombinasi
antara intuisi dan konsep dalam forma penimbangan.
“Pengalaman” dalam pengertian (perantara) ini merupakan sinonim bagi “pengetahuan
empiris”. Frase “pengalaman nirmustahil” mengacu pada representasi yang
tersaji untuk pemahaman kita melalui konsep-konsep. “Pengalaman” dalam
pengertian (seketika) ini bertolak belakang dengan “pengetahuan”.
analisis (analysis):
pembagian suatu representasi menjadi dua representasi yang berlawanan,
dengan pandangan menuju penjernihan representasi asal. Filsafat*
sebagai metafisika lebih menerapkan analisis daripada sintesis.
(bandingkan sintesis)
analitik (analytic):
pernyataan atau berita pengetahuan yang kebenarannya semata-mata
lantaran kesesuaiannya dengan beberapa hukum logis. “Semua sarjana
tidak menikah” merupakan proposisi* yang khas analitik. (bandingkan sintetik)
anarki (anarchy):
sistem politik yang “tanpa kekuasaan pengatur” (“an” dan “arche” dalam bahasa
Yunani) dan menjadi landasan bagi banyak versi pandangan utopia.
aposteriori (a
posteriori): cara
memperoleh pengetahuan dengan memanfaatkan suatu (atau beberapa) pengalaman
khusus. Kant menggunakan metode ini untuk membuktikan kebenaran*
empiris dan hipotetis. (bandingkan apriori)
apriori (a
priori): cara
memperoleh pengetahuan tanpa memanfaatkan suatu (atau beberapa) pengalaman
khusus. Kant menggunakan metode ini untuk membuktikan kebenaran*
transsendental dan logis. (bandingkan aposteriori)
argumen transendental (trascendental
argument): metode istimewa
Kant dalam pembuktian dengan mengacu pada posibilitas pengalaman; ini menyatakan bahwa sesuatu (contohnya,
kategori) pasti
benar karena jika itu tidak benar, maka pengalaman itu sendiri menjadi
mustahil.
arsitektonik (architectonic):
struktur logis yang diberikan oleh akal (terutama melalui
pemanfaatan pembagian berlipat-dua dan berlipat tiga), yang harus digunakan
oleh filsuf sebagai rencana untuk mengorganisasikan isi sistem apa
pun.
benda di dalam lubuknya (thing
in itself): [1] obyek yang dipandang secara transendental lepas dari semua kondisi yang
memungkinkan subyek
bisa memperoleh pengetahuan tentangnya. Menurut definisi ini, benda di dalam lubuknya tidak bisa
diketahui. [2] Kadang-kadang dipakai dalam arti luas sebagai sinonim bagi nomena. (bandingkan penampakan)
empiris (empirical):
salah satu dari empat perspektif utama Kant, yang bertujuan
memantapkan jenis pengetahuan yang sintetik dan sekaligus aposteriori.
Kebanyakan pengetahuan yang kita peroleh melalui pengalaman
sehari-hari, atau melalui ilmu*, adalah empiris. “Meja itu coklat”
merupakan pernyataan yang khas empiris. (bandingkan transendental)
estetik (aesthetic):
berkenaan dengan persepsi-indera. Dalam Kritik pertama Kant,
kata ini mengacu pada ruang dan waktu sebagai syarat-perlu
persepsi-indera. Setengah bagian pertama dari Kritiknya yang ketiga
memeriksa kebermaksudan subyektif persepsi kita tentang obyek
yang indah atau agung dalam rangka menyusun sistem penimbangan
estetik. Contohnya, ia mendefinisikan keindahan* dengan menggunakan
empat prinsip dasar: universalitas subyektif, kegirangan nirkepentingan, kebermaksudan
nirmaksud, dan kegirangan niscaya. (bandingkan teleologis)
fakultas (faculty):
daya fundamental subyek insani untuk melakukan sesuatu atau
mengerjakan suatu fungsi rasional.
fenomena/fenomenal (phenomena/phenomenal): [1] obyek
pengetahuan, dipandang secara empiris, dalam keadaan bisa diketahui
sepenuhnya—yaitu terkondisi oleh ruang dan waktu dan kategori. [2] Alam yang berisi obyek semacam itu. Lihat
juga penampakan.
(bandingkan nomena/nomenal)
fitrah (predisposition): kecenderungan alamiah yang dimiliki oleh
seseorang, lepas dari (atau sebelum memiliki) pengalaman, untuk bermoral baik* atau bermoral buruk. (bandingkan tabiat)
forma/formal (form/formal): aspek aktif atau subyektif
sesuatu—yakni aspek yang didasarkan pada aktivitas rasional subyek.
(bandingkan material)
heteronomi (heteronomy):
prinsip pembiaran sesuatu selain hukum moral untuk menentukan apa yang
mesti dilakukan. Ini mengganti kebebasan dengan sesuatu di luar akal
praktis, semisal kesukaan. Tindakan ini sendiri nonmoral—yaitu bukan
bermoral atau pun immoral—namun bisa immoral jika itu membuat orang tidak
melakukan kewajibannya. (bandingkan otonomi)
hipotetis (hypothetical):
salah satu dari empat perspektif utama Kant, yang dimaksudkan untuk
memantapkan pengetahuan yang analitik dan sekaligus aposteriori—walau
Kant sendiri secara salah mengenalinya sebagai sintetik dan apriori.
Kebanyakan ide metafisis dipandang dengan tepat dari perspektif ini,
menggantikan perspektif spekulatif metafisika tradisional. (bandingkan
logis)
hukum
moral (moral law): sebuah “fakta” akal
praktis yang terdapat di setiap orang yang rasional, walau
sebagian orang lebih menyadarinya daripada orang lain. Pada esensinya, hukum
moral adalah pengetahuan kita tentang perbedaan antara yang baik*
dan yang nista, dan kepercayaan batiniah kita bahwa kita mesti melakukan
apa-apa yang baik. Lihat juga imperatif kategoris.
ide (ideas):
spesies representasi yang menimbulkan keyakinan metafisis.
Ide merupakan konsep khusus yang timbul dari pengetahuan kita
tentang dunia empiris, namun agaknya menandakan alam transenden
di luar alam ini. Tiga ide terpenting metafisis ialah Tuhan, kebebasan, dan
keabadian.
ideologi (ideology):
ide atau sistem* ide yang diperlakukan sebagai mitos
kehidupan dan acapkali sering dipaksakan pada orang lain yang mungkin tidak
menerima kebenarannya.
imajinasi (imagination):
fakultas yang, bila dikendalikan oleh pemahaman, membuat konsep
dari intuisi dan mensintesis intuisi dengan konsep untuk
menghasilkan obyek yang siap ditimbang. Sebaliknya, dalam penimbangan
estetik, imajinasi mengendalikan dayapikir. Lihat juga imajinasi*.
iman (faith):
di Kritik pertama, sinonim keyakinan. Kant menganjurkan
pendekatan terhadap filsafat* yang lebih rendah hati dengan menyatakan
menyangkal pengetahuan dengan tujuan membuka ruang bagi iman—yaitu
dengan memperbedakan antara apa yang bisa kita ketahui secara empiris
dan apa yang transenden, yang hanya bisa kita dekati dengan iman.
“Iman praktis” mengacu pada keyakinan bahwa Tuhan akan mengganjar
orang-orang yang bertabiat baik*. “Iman rasional” adalah
istilah Kant untuk agama (yang bermoral) murni, yang
berlawanan dengan “iman historis”, yang
mengacu pada tradisi ekstrarasional yang berupaya menjelaskan apa-apa yang
dengan akal belaka tidak bisa kita pahami.
imperatif
kategoris (categorical imperative): perintah yang mengungkap perrsyaratan hukum
moral umum yang tak terhindarkan. Tiga rumusannya membawa persyaratan
universalisabilitas, penghormatan, dan otonomi. Ketiganya secara-bersama-sama
membuktikan bahwa suatu tindakan disebut “baik* secara moral” dengan
tepat hanya jika (1) kita bisa memiliki kehendak bahwa semua orang
harus melakukannya, (2) memungkinkan kita untuk memperlakukan orang lain
sebagai tujuan dan bukan sekadar sebagai alat untuk tujuan kita sendiri, dan
(3) membiarkan kita untuk melihat orang lain sebagai pencipta-hukum yang
saling-memberi dalam suatu “kerajaan tujuan-tujuan” yang ideal.
inderawi (sensible): tersaji pada subyek dengan menggunakan sensibilitas. Berlawanan dengan yang “terpahami”,
suatu istilah yang kira-kira sepadan dengan superinderawi dan transenden.
intuisi (intuition):
spesies pasif representasi, yang memungkinkan sensibilitas
kita untuk berpenginderaan. Dengan mensyaratkan adanya penampakan di ruang
dan waktu, intuisi membolehkan kita untuk mencerap relasi tertentu
antarrepresentasi, yang dengannya membatasi pengetahuan empiris pada
alam inderawi. (bandingkan konsep)
kaidah (maxim):
aturan atau prinsip material yang dipakai untuk menuntun orang dalam
situasi khusus mengenai apa yang harus dilakukan (umpamanya, “Saya tidak boleh
berkata dusta”). Dengan demikian, ini menyediakan sejenis jembatan antara tabiat
batiniah dan tindakan lahiriah.
kategori (categories):
konsep-konsep yang paling umum, yang kita gunakan dalam memandang
setiap obyek supaya obyek itu menjadi obyek pengetahuan empiris.
Empat kategori utama (kuantitas, kualitas, relasi, dan modalitas) masing-masing
memiliki tiga sub-kategori, yang merupakan contoh khas suatu pola arsitektonik
berlipat-duabelas. (bandingkan ruang dan waktu)
kehendak (will): wujud akal ketika dipandang dari sudut pandang
praktis, yang mencakup namun
tak terbatas pada fakultas pilihan.
konsep (concept):
spesies aktif representasi, sedemikian rupa sehingga pemahaman
kita tentang konsep memungkinkan kita untuk berpikir. Dengan mensyaratkan
kesesuaian persepsi dengan kategori, konsep-konsep berfungsi sebagai
“aturan” yang membiarkan kita untuk mencerap relasi umum antarrepresentasi.
(bandingkan intuisi)
Kritik (Critique):
[1] pemanfaatan pendekatan Kritis untuk berfilsafat*. [2]
Judul tiga buku utama dalam filsafat Kritis Kant, yang mengambil sudut
pandang teoretis, praktis, dan yudisial, secara berturut-turut.
Kritis (Critical):
metode filosofis* Kant, yang memperbedakan antara perspektif-perspektif
dan kemudian menggunakan pembedaan semacam ini untuk menengahi ketegangan yang
tak tercairkan. Pendekatan Kritis terutama tidak negatif, tetapi upaya untuk
melerai perselisihan dengan menunjukkan bagaimana kedua pihak mempunyai ukuran
kesahihan [masing-masing], segera sesudah dipahaminya perspektif mereka dengan
tepat. Sistem filsafat Kritis Kant memeriksa struktur dan keterbatasan
akal itu sendiri, dengan tujuan menyiapkan pondasi yang aman bagi metafisika.
logis (logical):
salah satu dari empat perspektif utama Kant, yang bertujuan
memantapkan jenis pengetahuan yang analitik dan sekaligus apriori.
Ini hanya berkenaan dengan hubungan antarkonsep. Hukum nonkontradiksi
(A?-A) adalah hukum dasar logika analitik* atau logika Aristoteles
tradisional. Logika sintetik* didasarkan pada kebalikannya, hukum
kontradiksi (A=-A). (bandingkan hipotetis)
material (material):
aspek pasif atau obyektif sesuatu—yakni aspek yang didasarkan pada pengalaman
yang dimiliki oleh subyek, atau pada obyek yang terdapat pada
pengalaman semacam ini. (bandingkan formal)
metafisika (metaphysics):
aspek tertinggi filsafat*, yang berusaha memperoleh pengetahuan tentang
ide. Karena perspektif spekulatif tradisional gagal dalam
tugas ini, Kant menyarankan perspektif baru yang hipotetis untuk
metafisika. Metafisika bisa berhasil hanya bila didahului dengan Kritik.
Lihat juga metafisika*.
murni (pure): tidak bercampur dengan apa saja yang inderawi. Walaupun lawan katanya yang tepat adalah
“campuran”, Kant biasanya memperlawankan “murni” dengan “empiris”.
nomena/nomenal (noumena/noumenal): [1] obyek yang dipandang sebagai memiliki realitas
transenden. [2] Alam yang mengandung obyek semacam itu. (bandingkan fenomena/fenomenal)
nurani (conscience):
fakultas subyek insani yang memaksakan hukum moral dengan
cara tertentu pada setiap individu dengan menyediakan suatu kesadaran akan apa
yang benar dan apa yang salah dalam setiap situasi.
nyata (real): lihat realitas.
obyek (object):
istilah umum untuk segala “benda” yang dikondisikan oleh representasi
subyek, dan juga bisa diketahui. Benda di dalam lubuknya adalah
benda yang tidak bisa menjadi obyek pengetahuan manusia. (bandingkan subyek)
obyektif (objective):
lebih terkait dengan obyek atau representasi, tempat pengetahuan
disusun, daripada dengan subyek yang memiliki pengetahuan. Bila
dipertimbangkan secara transendental, pengetahuan obyektif kurang
pasti daripada pengetahuan subyektif; bila dipertimbangkan secara empiris,
pengetahuan obyektif lebih pasti. (bandingkan subyektif)
opini (opinion):
sesuatu yang dipandang benar walaupun tanpa kepastian obyektif
atau pun subyektif. (bandingkan kebebalan*)
otonomi (autonomy):
prinsip legislasi-sendiri, yang dengannya subyek bebas memilih tujuannya
dengan menimpakan hukum moral pada kehendak. Tindakan harus otonom
supaya bermoral. (bandingkan heteronomi)
paham => pemahaman (understanding): dalam Kritik pertama, fakultas
yang menghasilkan pengetahuan secara aktif dengan menggunakan konsep-konsep. Ini sangat mirip dengan sesuatu
yang biasanya disebut benak. Ini menimbulkan perspektif logis, yang memungkinkan kita untuk
membandingkan satu konsep dengan konsep lain, dan menimbulkan perspektif empiris (yang juga disebut penimbangan), yang memungkinkan kita untuk
mengkombinasikan konsep dengan intuisi dalam rangka menghasilkan pengetahuan empiris. Kritik pertama (yang mengambil sudut
pandang teoretis) memeriksa forma kognisi kita dengan tujuan menyusun suatu
sistem yang didasarkan
pada fakultas pemahaman. (bandingkan sensibilitas)
perspektif (perspective):
Kant sendiri tidak menggunakan kata ini, tetapi ia memakai ungkapan lain yang
sepadan, seperti sudut pandang, cara pikir, penerapan pemahaman,
dan sebagainya. Perspektif Kritis utama adalah transendental,
empiris, logis, dan hipotetis. Lihat juga perspektif*.
praktis (practical): salah satu dari tiga sudut
pandang utama Kant, yang
terutama berkaitan dengan tindakan—yaitu dengan apa-apa yang ingin kita lakukan
sebagai lawan dari apa-apa yang kita ketahui atau rasakan. Mencari sumber
tindakan semacam itu merupakan tugas Kritik kedua. Akal praktis adalah sinonim bagi kehendak; kedua
istilah ini berhubungan dengan persoalan-persoalan mengenai moralitas.
(bandingkan teoretis dan yudisial)
rasional (rational): berdasarkan fakultas akal, tidak berdasarkan sensibilitas.
realitas/nyata (reality/real): jika dipandang dari perspektif
empiris, ini mengacu pada alam
biasa, atau pada obyek di dalamnya; jika dipandang dari perspektif transendental, ini mengacu pada alam transenden
yang berisi nomena.
religius (religious): lihat agama.
representasi (representation): kata yang paling umum untuk obyek pada tahap apa pun dalam penetapannya
oleh subyek, atau
untuk tindakan subyektif dalam menetapkan obyek pada tingkat itu. Tipe utama representasi adalah
intuisi, konsep, dan ide.
revolusi
Copernican (Copernican revolution): [1] dalam
astronomi, teori bahwa bumi berputar mengelilingi matahari; [2] dalam filsafat*,
teori (yang sejalan dengan itu) bahwa subyek pengetahuan tidak diam di
tempat, tetapi berputar mengelilingi (yakni secara aktif menentukan aspek-aspek
tertentu dari) obyek. Dengan demikian, karakteristik formal dunia
empiris (yaitu ruang dan waktu dan kategori) itu ada
hanya karena benak subyek meletakkannya di situ, secara transendental.
ruang dan waktu (space and time): bila dipertimbangkan dari perspektif
empiris, keduanya merupakan
konteks tempat interaksi antarobyek di luar diri kita; bila dipertimbangkan dari
perspektif transendental, keduanya murni, sehingga eksis di dalam diri kita sebagai kondisi pengetahuan. (bandingkan kategori)
sensibilitas (sensibility): fakultas yang menerima obyek-obyek secara pasif melalui penginderaan fisik (“indera
lahiriah”) dan penginderaan mental (“indera batiniah”). Akan tetapi,
penginderaan semacam itu hanya bisa terjadi jika obyek-obyek itu diintuisi, dan
intuisi
memprasyaratkan ruang dan waktu untuk eksis sebagai syarat formal murni. (bandingkan pemahaman)
sintesis (synthesis): perpaduan dua representasi yang berlawanan menjadi satu representasi
baru, dengan pandangan menuju penyusunan tingkat realitas obyek yang baru. Filsafat* sebagai Kritik lebih banyak menerapkan sintesis daripada
analisis. Tentang
cara kerja sintesis di Kritik pertama, lihat imajinasi. (bandingkan analisis)
sintetik (synthetic):
pernyataan atau berita pengetahuan yang kebenarannya diketahui dalam
hubungannya dengan beberapa intuisi. “Kucing itu berada di atas tikar”
merupakan proposisi* yang khas sintetik. (bandingkan analitik)
sistem (system): serangkaian argumen atau fakta dasar,
yang disebut “anasir”, yang tertata menurut urutan pertalian logisnya, sebagaimana yang ditetapkan oleh pola
arsitektonik akal. Filsafat* Kritis Kant merupakan suatu Sistem yang terdiri dari
tiga sistem sub-ordinat, yang masing-masing ditetapkan dengan sudut
pandang yang berbeda, dan
masing-masing terdiri dari empat perspektif yang sama. Keseluruhan Perspektif Sistem itu
ditetapkan dengan revolusi Copernican Kant.
spekulatif (speculative): [1] perspektif khayalan yang diambil dalam metafisika tradisional dengan secara salah
menggunakan akal
dalam upaya yang sia-sia untuk mendapatkan pengetahuan tentang sesuatu yang transenden. [2] Kadang-kadang dipakai dengan arti
luas sebagai sinonim bagi teoretis.
subyek (subject): istilah umum untuk segala orang rasional yang mampu untuk memiliki pengetahuan. Lihat juga representasi. (bandingkan obyek)
subyektif (subjective): lebih terkait dengan subyek
daripada dengan obyek atau representasi, tempat pengetahuan
disusun. Bila dipertimbangkan secara transendental, pengetahuan
subyektif lebih pasti daripada pengetahuan obyektif; bila
dipertimbangkan secara empiris, pengetahuan subyektif kurang pasti.
(bandingkan obyektif)
sudut pandang (standpoint):
tipe khas perspektif yang menetapkan titik pandang terhadap suatu sistem perspektif secara menyeluruh. Sudut
pandang Kritis utama
adalah teoretis, praktis, dan yudisial.
suka => kesukaan
(inclination): fakultas
atau obyek yang mendorong seseorang untuk bertindak dengan cara yang heteronom.
Menuruti kesukaan bukan berarti bermoral baik* atau pun bermoral
buruk, kecuali bila langsung mencegah orang itu dari berbuat menurut kewajiban—yakni
hanya bila memilih mengikuti kesukaan menghasilkan kedurhakaan terhadap hukum
moral.
summum bonum: itilah Latin untuk kebaikan* tertinggi. Ini merupakan tujuan hakiki sistem
moral yang tersaji dalam Kritik kedua; ini meliputi distribusi ideal
kebahagiaan dengan proporsi tepat terhadap keluhuran budi setiap orang. Supaya
yakin akan posibilitasnya, kita harus mendalilkan eksistensi* Tuhan dan keabadian manusia, sehingga
memberi realitas praktis kepada ide-ide
ini.
superinderawi (supersensible): lihat transenden.
tabiat (disposition):
kecenderungan yang dimiliki oleh seorang manusia untuk bertindak baik*
atau bertindak buruk (yakni untuk mematuhi hukum moral atau untuk
melanggarnya). (bandingkan fitrah)
tahu => pengetahuan
(knowledge): tujuan akhir
dari pemahaman dengan memadukan intuisi dan konsep.
Jika itu murni, pengetahuan itu transendental; jika itu tidak
murni, pengetahuan itu empiris. Kepastian yang dihasilkan pasti subyektif
dan sekaligus obyektif. Dalam pengertian yang lebih luas, “pengetahuan”
juga mengacu pada apa yang timbul dari pengambilan perspektif apa pun
yang sah. (bandingkan keyakinan)
tampak => penampakan
(appearance): obyek
pengalaman, bila dipandang dari perspektif transendental. Ini
secara teknis mengacu pada obyek yang, menurut pertimbangan, dikondisikan oleh ruang
dan waktu, bukan oleh kategori, walaupun sering dipakai sebagai
sinonim bagi fenomena. Lihat juga tampilan*. (bandingkan benda
di dalam lubuknya)
teleologis (teleological): berkenaan dengan maksud atau tujuan.
Setengah bagian kedua dari Kritik ketiga memeriksa kebermaksudan obyektif
dalam persepsi kita tentang
organisme alam dalam rangka menyusun sistem penimbangan teleologis. (bandingkan estetik)
teoretis (theoretical): salah satu dari tiga sudut
pandang utama Kant, yang
terutama berkaitan dengan kognisi—yaitu apa yang kita ketahui, yang berlawanan
dengan apa yang kita rasakan atau kita inginkan. Akal teoretis
berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan kita tentang dunia (dunia yang hendak dipahami
oleh ilmu*). Mencari
sumber pengetahuan semacam itu merupakan tugas Kritik pertama, yang
sebaiknya berjudul Critique of Pure Theoretical Reason. (bandingkan praktis dan yudisial)
timbang => penimbangan
(judgment): [1] di Kritik
pertama, penggunaan pemahaman untuk menetapkan bahwa suatu obyek
adalah nyata secara empiris, melalui sintesis antara
intuisi dan konsep. [2] Kritik ketiga (yang
mengambil sudut pandang yudisial) yang memeriksa forma perasaan
kita tentang kenikmatan dan kekesalan dalam rangka menyusun suatu sistem
yang didasarkan pada fakultas penimbangan dalam wujud estetik
dan teleologisnya.
transenden (trascendent): alam pikiran yang terletak di luar tapal
batas pengetahuan
nirmustahil, karena berisi obyek yang tidak bisa tersaji kepada kita dalam intuisi—yaitu obyek yang tidak bisa kita alami dengan indera kita (kadang-kadang disebut nomena). Hal maksimal yang bisa kita lakukan
untuk mendekati pengetahuan tentang alam transenden adalah memikirkannya dengan
menggunakan ide-ide.
Lawan kata dari “transenden” adalah “immanen”.
transendental (trascendental): salah satu dari empat perspektif utama Kant, yang bertujuan memantapkan
jenis pengetahuan
yang sintetik dan
sekaligus apriori.
Ini merupakan tipe istimewa pengetahuan filsosofis, yang berkenaan dengan
syarat-perlu bagi posibilitas pengalaman. Akan tetapi, Kant yakin bahwa semua subyek yang mengetahui [sudah] mengasumsikan kebenaran* transendental tertentu, entah
menyadarinya entah tidak. Pengetahuan transendental menetapkan tapal batas
antara pengetahuan empiris dan spekulasi
tentang alam transenden. “Setiap peristiwa mempunyai sebab” merupakan proposisi* khas transendental. (bandingkan empiris)
wajib => kewajiban
(duty): tindakan
yang harus kita kerjakan lantaran menghormati hukum moral.
waktu (time): lihat ruang dan waktu.
yakin => keyakinan
(belief): pegangan bahwa
sesuatu itu benar atas dasar kepastian subyektif, meskipun
tanpa kepastian obyektif. Lihat juga iman. (bandingkan pengetahuan)
yudisial (judicial):
salah satu dari tiga sudut pandang utama Kant, yang terutama berkaitan
dengan pengalaman—yaitu apa yang kita rasa, yang berlawanan dengan apa
yang kita ketahui atau kita inginkan. Akal yudisial kira-kira sinonim
dengan “Kritik” itu sendiri, dan berkenaan dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang cara mengalami dunia kita yang terdalam.
Mencari sumber kedua contoh pengalaman semacam itu merupakan tugas Kritik
ketiga. (bandingkan teoretis dan praktis)
I. Istilah Teknis Lain Yang Digunakan dalam The Tree of Philosophy
2LAR: lihat hubungan analitik
tingkat-dua.
alim/kealiman (wise/wisdom): obyek* cinta yang ideal bagi filsuf (dalam
bahasa Yunani, “sophos” berarti kealiman), yang memberi tahu kita bagaimana
menggunakan atau menerapkan pengetahuan kita dengan paling tepat. Menurut
Sokrates, hanya Tuhan yang benar-benar alim; bagi manusia, kealiman mengandung
pengakuan kebebalan
kita akan kealiman tulen.
analisis linguistik (linguistic
analysis): aliran utama filsafat Barat abad keduapuluh yang banyak
diilhami oleh Wittgenstein dan didasarkan pada kepercayaan bahwa penjernihan konsep* merupakan peran utama filsafat.
Ini secara khas diselesaikan dengan menggunakan analisis* logis* terhadap proposisi inti, atau dengan menunjukkan bagaimana masalah-masalah
yang paling filosofis timbul dari kesalahan pemakaian kata-kata yang digunakan
dalam bahasa sehari-hari. (bandingkan ekesistensialisme dan hermeneutika)
Apolonia (Apollonian): istilah Nietzsche untuk tipe orang-orang
yang mau mengorbankan kebesaran diri dalam rangka mengikuti norma-norma politik
dan moral tradisional (penyangkal-kehidupan). Dengan menuruti moralitas “budak”
dan mentalitas “ternak”, tindakan mereka cenderung berbudi, rasional, dan
kalem, dan politik mereka cenderung demokratis. (bandingkan Dionisia)
aristokrasi (aristocracy): istilah Aristoteles untuk sistem* politik yang di dalamnya beberapa
gelintir orang “terbaik” (“aristos” dalam bahasa Yunani) memiliki kekuasaan dan
wewenang untuk memerintah. (bandingkan oligarki)
baik/kebaikan (good/goodness): menurut Plato dan sebagian filsuf
sepeninggalnya, salah satu dari tiga tujuan utama pencarian filosofis. Ini bersesuaian dengan perut dan
dikendalikan oleh selera.
bebal => kebebalan (ignorance): tujuan metafisika, yang berfungsi sebagai pintu masuk semua
pemikiran filosofis
yang baik. Kant
memperbedakan antara kebebalan niscaya (yakni tak terhindarkan) dan kebebalan empiris* yang bisa diubah menjadi pengetahuan* segera sesudah kita akui bahwa itu
eksis. (bandingkan opini*)
benar/kebenaran (true/truth): menurut Plato dan sebagian filsuf
sepeninggalnya, salah satu dari tiga tujuan utama pencarian filosofis. Ini bersesuaian dengan kepala dan
dikendalikan oleh akal*.
deduksi (deduction): metode analitik argumentasi Euklides yang mempertahankan
simpulan yang ditetapkan lebih dahulu, dengan menunjukkan bagaimana itu niscaya
mengikuti dua, atau lebih, “premis” (yakni proposisi yang diasumsikan benar). Aristoteles menunjukkan bahwa jika
premis-premis itu diterima dan jika deduksinya tersusun dengan tepat, tanpa kesesatan sama sekali, maka simpulannya pasti.
(bandingkan induksi)
dekonstruksionisme (deconstructionism): gerakan sastra dan filosofis di akhir
abad keduapuluh yang banyak diilhami oleh Derrida dan didasarkan pada
kepercayaan bahwa pondasi pengetahuan* atau kebenaran yang dikira mutlak sebetulnya merupakan alat
penindasan yang perlu digantikan dengan pendekatan yang lebih menggembirakan
terhadap penafsiran makna bahasa lisan dan bahasa tulisan.
demitologisasi (demythologizing): proses mempertanyakan mitos dengan tujuan memperbedakan antara aspek
yang layak untuk dijadikan keyakinan dan aspek yang yang akan terbuang lantaran
nirmaknawi.
demokrasi (democracy): istilah Aristoteles untuk sistem* politik yang di dalamnya orang-orang “umum”
(“demos” dalam bahasa Yunani) memiliki kekuasaan dan wewenang untuk memerintah.
Ia menyebutnya sebagai “yang paling sedikit keburukannya” di antara tiga sistem
politik yang buruk. (bandingkan politi)
dialog (dialogue): metode filosofis Plato, yang dengannya dua, atau lebih,
orang membahas berbagai pertanyaan filosofis, dengan harapan bahwa akal
akan membawa mereka ke kebenaran.
Dionisia (Dionysian): istilah Nietzsche untuk tipe orang-orang
yang lebih mempedulikan kebesaran diri dan penegasan-kehidupan lainnya daripada
mengikuti norma-norma politik dan moral tradisional. Dengan menuruti moralitas
“tuan” dan mentalitas “pahlawan”, tindakan mereka cenderung tidak berbudi,
tidak rasional, dan bernafsu, dan politik mereka cenderung aristokratik. (bandingkan Apolonia)
eklesiokrasi (ecclesiocracy): istilah Palmquist untuk jenis sistem* politik terburuk, yang di dalamnya para
pemimpinnya yakin bahwa Tuhan mengatur orang-orang melalui perantaraan dan/atau
struktur gereja mereka semata-mata yang dipaksakan pada alam politik sekuler.
Mengikuti sistem ini mensyaratkan orang-orang untuk menanggalkan kebebasan yang
diberikan oleh Tuhan untuk ditukar dengan hak lancang yang mengklaim
keselamatan. (bandingkan teokrasi)
eksistensi (existence): [1] istilah Tillich untuk kualitas yang
“berdiri di luar” (“ex-sistere” dalam bahasa Latin) dari yang-ada. [2] Istilah Palmquist untuk faktor umum
yang menyatukan metafisika melalui penerapan kebebalan dan menyatukan ilmu melalui penerapan pengetahuan*. (bandingkan makna)
eksistensialisme (existentialism): aliran utama filsafat Barat abad keduapuluh yang banyak
diilhami oleh Heidegger dan didasarkan pada kepercayaan bahwa penemuan makna
eksistensi manusia merupakan
peran utama filsafat. Ini secara khas diselesaikan dengan menggunakan penalaran
analogis, yang didasarkan pada pembedaan fundamental antara benda-benda yang
eksis dan yang-ada
dan/atau yang-tiada. (bandingkan hermeneutika dan analisis linguistik)
empirisisme (empiricism): pendekatan terhadap filsafat yang memandang pengalaman* dan pengamatan inderawi* sebagai alat pokok untuk mendapatkan kebenaran filosofis. Para empirisis biasanya
cenderung tidak mempercayai bukti yang didasarkan pada argumentasi logis belaka. Hume merupakan contoh khas
empirisis. (bandingkan rasionalisme)
epistemologi (epistemology): unsur filsafat yang berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan
tentang asal-usul dan hakikat pengetahuan*. Salah satu pertanyaannya yang paling mendasar
adalah: “Bagaimana kita sampai mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak kita
ketahui?” Sejak zaman Descartes, kebanyakan filsuf memandang bahwa epistemologi
seseorang menentukan metafisika orang tersebut, bukan sebaliknya.
filsafat/filosofis (philosophy/philosophical): istilah Yunani untuk cinta kealiman. Ini
merupakan hasil dari pemahaman* manusia yang mengandung empat aspek utama: metafisika, logika,
ilmu, dan ontologi. Salah satu ciri khas filsafat adalah
mendefinisikan sendiri: inilah satu-satunya disiplin yang di dalamnya
pertanyaan “Apakah disiplin ini?” merupakan bagian dari disiplin ini sendiri.
gentar => kegentaran (angst): “Angst” merupakan istilah Denmark
untuk kecemasan atau kegamangan. Kierkegaard menggunakan istilah ini untuk
mengacu pada sejenis kekhawatiran eksistensial, yang mencakup
kekhawatiran akan yang-tidak-berada. Oleh sebab itu, kata ini tidak hanya
meliputi ketakutan akan kematian, tetapi juga ketakutan akan kesia-siaan hidup.
geometri logika (geometry of logic): metode
Palmquist yang berupa pemetaan hubungan logis pada gambar-gambar
geometris sederhana. Hubungan analitik* yang paling sederhana adalah
yang lipat-dua yang sebaiknya dipetakan pada ujung-ujung suatu garis, sedangkan
hubungan sintetik* yang paling sederhana adalah yang lipat-tiga yang
sebaiknya dipetakan pada segitiga. Lihat juga hubungan campuran dan hubungan
analitik tingkat-dua.
hermeneutika (hermeneutics): aliran
utama filsafat Barat
abad keduapuluh yang banyak diilhami oleh Gadamer dan didasarkan pada
kepercayaan bahwa pemahaman seni interpretasi maknawi merupakan peran utama filsafat. Ini secara
khas diselesaikan dengan merenungkan alam teks—umpamanya, dengan berfokus pada
interaksi fundamental antara maksud pengarang dan prasangka pembaca.
(bandingkan ekesistensialisme dan analisis linguistik)
hubungan analitik tingkat-dua (second-level analytic relation [2LAR]): istilah yang paling sering
digunakan dalam geometri logika, yang mengacu pada seperangkat empat konsep*
yang bisa didapat dengan menghubungkan dua pasang lawanan. 2LAR paling sering
dipetakan pada empat kutub (atau empat kuadran) salib, walau sudut bujursangkar
bisa dipakai juga.
hubungan campuran (compound relations): istilah yang
dipakai oleh Palmquist dalam geometri logika untuk mengacu pada segala
hubungan logis yang menggabungkan hubungan analitik* (lipat-dua) dan sintetik*
(lipat-tiga). Tipe yang paling signifikan ialah yang lipat-duabelas (12CR),
yang menggabungkan hubungan analitik tingkat-dua dengan hubungan
sintetik sederhana. Tabel kategori Kant adalah contoh khas 12CR.
idealisme (idealism): pandangan
metafisis yang banyak diilhami oleh Plato dan didasarkan pada
kepercayaan bahwa obyek* yang kita cerap di alam eksternal pada
hakikatnya tidak nyata, tetapi merupakan “bayangan” atau penampakan
dari realitas* yang lebih tinggi atau lebih dalam. [bandingkan realisme]
ilmu/ilmiah (science/scientific)): [1] hasil penimbangan manusia; berasal
dari “sciens”, istilah Latin untuk “mengetahui”. Bila dipandang dalam
pengertian luas ini, ilmu merupakan salah sati dari empat aspek utama filsafat,
yang bertujuan menetapkan tapal batas transendental* antara pengetahuan*
dan kebebalan di berbagai bidang. [2] Bila dipandang dalam pengertian
sempit, sebagai ilmu alamiah atau empiris*, ilmu merupakan disiplin
yang berupaya melampaui filsafat dengan mengabaikan semua mitos, tetapi secara paradoksis
berakhir dengan menciptakan salah satu dari mitos-mitos modern
terbesar.
imajinasi (imagination): daya benak yang pada khususnya paling aktif di
masa kanak-kanak dan mencapai ekspresi tertingginya dalam mitos. Lihat
juga imajinasi*.
indah/keindahan (beautiful/beauty): tiga tujuan utama pencarian filosofis, sebagaimana
yang dipercayai oleh Plato dan banyak filsuf sepeninggalnya. Ini bersesuaian
dengan hati dan dikuasai oleh spirit. Lihat juga estetik*.
induksi (induction): metode sintetik argumentasi Euklides yang menarik
kesimpulan yang didasarkan pada bukti yang terhimpun dari pengalaman*. Hume
menyatakan bahwa induksi selalu melibatkan suatu dugaan, sehingga takkan pernah
bisa disediakan kepastian mutlak bahwa simpulannya benar. (bandingkan deduksi)
logika (logic): telaah sistematis* terhadap struktur yang memungkinkan
kata-kata untuk dipahami. Pertanyaan utama logika adalah: “Apa yang memberi makna kepada kata dan proposisi?” Lihat juga logis*.
logika analitik (analytic logic): tipe logika yang didasarkan pada hukum identitas
(A=A) dan nonkontradiksi (A?-A). (bandingkan logika sintetik)
logika sintetik (synthetic logic): tipe logika yang didasarkan pada hukum non-identitas
(A?A) dan kontradiksi (A=-A). (bandingkan logika analitik)
main => permainan-bahasa (language-game): istilah Wittgenstein untuk berbagai
konteks konstruksi sosial yang memberi makna kepada cara penggunaan kata-kata dalam situasi
tertentu. Contohnya, kata seperti “spirit” akan mempunyai satu makna dan mengikuti
seperangkat aturan ketika muncul dalam konteks religius, namun bisa mengandung
makna yang sepenuhnya baru, dengan aturan berbeda, ketika muncul dalam
percakapan antara dua penggemar ajang olahraga.
makna (meaning): istilah Palmquist untuk faktor umum yang
menyatukan logika melalui proses pemahaman kata-kata dan menyatukan ontologi melalui proses takjub berkeheningan.
Frege menyatakan bahwa proposisi mempunyai makna hanya jika memiliki “pengertian” dan “pengacuan”.
(bandingkan eksistensi)
masalah mengacu-diri (the
problem of self-reference):
paradoks yang muncul
pada penerapan tipe proposisi tertentu terhadap proposisi itu sendiri. Contohnya, “Kalimat ini palsu”
masuk akal jika mengacu pada suatu proposisi lain; namun jika mengacu pada
kalimat itu sendiri, proposisi itu menghasilkan situasi yang mustahil menurut logika.
metafisika (metaphysics): istilah Aristoteles untuk bidang filsafat yang “sesudah” atau “melampaui” fisika.
Pertanyaan utamanya adalah: “Apakah realitas* terdalam itu?” Sokrates dan Kant keduanya
menduga dengan tepat bahwa hasil penelaahan metafisika adalah negatif:
memungkinkan kita untuk mengakui kebebalan kita. Lihat juga metafisika*.
metode analitik (analytic method): lihat deduksi.
metode sintetik (synthetic method): lihat induksi.
mitos/mitologis (myth/mythological): [1] istilah Eliade untuk keyakinan* yang kebenarannya dianut secara mutlak. [2] Istilah
Palmquist untuk segala keyakinan yang tidak dipertanyakan yang dianut dengan
kepercayaan yang mendalam. (bandingkan ilmu)
numen/numinus (numen/numinous): istilah
Otto untuk obyek*
misterius yang menyebabkan terjadinya pengalaman* religius*. Ia menyatakan bahwa pengalaman numinus secara
khas mencakup perangkat yang sama sejumlah lima unsur, apa pun tradisi agama
seseorang: keseganan, kemegahan, urgensi, misteri, dan pesona.
oligarki (oligarchy): istilah
Aristoteles untuk sistem* politik yang di dalamnya hanya “beberapa gelintir” (“oligos” dalam bahasa
Yunani) orang kaya yang memegang semua kekuasaan dan wewenang. (bandingkan aristokrasi)
ontologi (ontology): studi tentang yang-berada, yang
bertujuan mengembangkan ketakjuban berkeheningan akan misteri eksistensi manusia. Salah satu dari empat aspek
utama filsafat, yang
menyelidiki hakikat berbagai jenis pengalaman* manusia.
paradoks (paradox): kontradiksi maknawi, yang digunakan dengan sengaja oleh
filsuf-filsuf seperti Chuang Tzu dan Hegel dengan tujuan merangsang wawasan dalam berbagai aspek realitas* transenden*. Logika sintetik bisa juga disebut “logika paradoks”.
perspektif (perspective):
istilah Palmquist untuk cara pikir mengenai suatu persoalan atau masalah, atau
sejumlah asumsi yang diambil ketika memandang obyek*. Mengetahui perspektif mana yang
diasumsikan itu penting karena pertanyaan yang sama bisa memiliki jawaban yang
berbeda jika perspektif yang berbeda diasumsikan. Lihat juga perspektif*.
pikir => berpikir
lateral (lateral thinking): istilah de Bono untuk cara pikir yang berlawanan
dengan cara pikir sehari-hari atau lazim (“horisontal”) mengenai masalah atau
situasi yang ada. Dengan melihat situasi yang tak asing dari perspektif baru, kita dapat memperoleh wawasan baru yang menarik mengenai bagaimana itu
sebaiknya.
politi (polity): istilah Aristoteles untuk sistem* politik yang di dalamnya kelas menengah
memegang semua kekuasaan dan wewenang pemerintahan. Dalam versi yang disebut “timokrasi”, hanya pemilik tanah yang dapat
memberikan suara. (bandingkan demokrasi)
proposisi (proposition): kalimat sejumlah kata yang mengungkap
isi yang maknawi.
raja => kerajaan (kingship): istilah Aristoteles untuk sistem* politik yang di dalamnya satu orang yang
baik memegang semua
kekuasaan dan wewenang. (bandingkan tirani)
rasionalisme (rationalism): pendekatan terhadap filsafat yang memandang logika dan argumen rasional* sebagai alat pokok untuk mendapatkan kebenaran filosofis. Para rasionalis biasanya
cenderung tidak mempercayai bukti yang didasarkan pada indera* belaka. Descartes merupakan contoh khas
rasionalis. (bandingkan empirisisme)
realisme (realism): pandangan metafisis
yang banyak diilhami oleh Aristoteles dan didasarkan pada kepercayaan bahwa obyek*
yang kita cerap di alam eksternal pada hakikatnya nyata. [bandingkan idealisme]
republik (republic): istilah Plato untuk sistem* politik yang
di dalamnya seorang filsuf berfungsi selaku raja, yang dengan alim
mendistribusikan kekuasaan dan wewenangnya kepada badan penasihat dan
perwakilan yang dipercaya.
sastra (poetry): hasil dari kreativitas manusia yang
bergairah yang merupakan penghubung antara cara pikir mitologis dan filosofis.
sesat => kesesatan (fallacy): kekeliruan dalam struktur formal* argumen yang digunakan untuk menarik
kesimpulan yang didasarkan pada suatu bukti. Argumen yang sesat kelihatannya
bisa membuktikan sesuatu yang pada aktualnya tidak benar. Aristoteles ialah orang
yang mula-mula menyediakan catatan yang sistematis* tentang berbagai tipe kesesatan logis*.
simbol (symbol): istilah
Tillich untuk obyek*
empiris* yang dengan
melampaui diri menandakan obyek transenden dan, entah bagaimana, turut serta
dalam realitas*
obyek yang lebih nyata.
skeptisisme (skepticisme): pandangan metafisis yang meragukan kemampuan manusia untuk
memperoleh pengetahuan*, yang dalam bentuknya yang paling berpengaruh diungkapkan oleh Hume.
spirit (spirit): bersama-sama dengan benak dan badan,
salah-satu dari tiga aspek tradisional hakikat manusia. Kierkegaard menganggap
bahwa spirit manusia merupakan kunci paradoksis menuju keberdosaan manusia dan sekaligus iman* religius asli.
tabel kebenaran (truth table): salah satu dari begitu banyak cara
penyajian nilai kebenaran proposisi
logis* bertipe tertentu. Salah
satu fungsi tabel kebenaran adalah turut menghindari terjadinya kesesatan.
tampak => penampakan
(appearance): istilah Plato
untuk obyek* atau
kejadian di alam material, yang menunjukkan bahwa ini merupakan pantulan maya
dari realitas*
terdalam di alam forma. Lihat juga penampakan*.
teokrasi (theocracy): istilah Palmquist untuk sistem* politik non-politis, yang di dalamnya
orang-orang mengakui Tuhan sebagai pengatur mutlak hati, apa pun sistem politik
manusia yang berjalan pada saat terkini. (bandingkan eklesiokrasi)
timokrasi (timocracy): lihat politi.
tirani (tyranny): istilah Aristoteles untuk sistem* politik yang di dalamnya satu orang yang
buruk memegang semua kekuasaan dan wewenang. (bandingkan kerajaan)
transvaluasi (transvaluation): istilah Nietzsche untuk reinterpretasi
radikal terhadap moral tradisional, yang dengannya konsepsi lazim kita tentang
yang baik dan yang
buruk dinilai negatif sebagai alat untuk membuat manusia sedang-sedang saja;
nilai-nilai asli pasti melampaui yang baik dan yang buruk.
verifikasi (verification): prinsip yang dimanfaatkan oleh Ayer dan
para positivis logis* lain dengan harapan menyusun filsafat yang ilmiah tulen. Dinyatakan bahwa proposisi harus diterima sebagai benar hanya jika kebenarannya bisa ditunjukkan
melalui pengacuan pada suatu keadaan atau situasi empiris*.
wawasan (insight): “buah” pohon filsafat; suatu pikiran kreasi baru yang datang
pada seseorang secara mendadak dan sering tak terduga, yang memberi pemahaman* yang lebih mendalam tentang suatu
persoalan atau jalan untuk menjawab pertanyaan yang sebelumnya tak terjawab.
Wawasan sering menyediakan perspektif baru yang memungkinkan kita untuk menerobos cara
pikir tradisional lama. Untuk memastikan bahwa wawasan itu lebih dari sekadar opini*, wawasan itu harus menjalani analisis* yang seksama.
yang-ada (being-itself): [1] istilah yang digunakan oleh Tillich dan
para eksistensialis lain untuk mengacu pada realitas*
terdalam tempat bertahannya benda-benda yang eksis; [2] mengacu pada “Latar
Yang-Ada” atau “Tuhan”.